UJIAN NASIONAL Vs UJIAN KARAKTER
Saat ini dan kedepan masyarakat perlu cara baru dalam membaca skor hasil ujian. Masyarakat butuh melihat skor hasil ujian sebagai sarana pemetaan potensi anak bukan sebatas judgement bahwa anak kita pintar atau tidak. Jika mendapat skor bagus di sebuah mata pelajaran maka perlu kita apresiasi bahwa anak itu berpotensi pada bidang tersebut. Namun jika skor ujian anak tidak maksimal maka bukan berarti anak tersebut bodoh atau tidak pintar. Yang pasti tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanyalah potensi dan kompetensi yang dimiliki satu anak dengan anak yang lain sangat beragam. Bahkan dua anak yang terlahir kembarpun pasti memiliki potensi yang tidak kembar alias beragam. Apa lagi anak yang terlahir dari orangtua yang berbeda, pasti potensi yang dimilikipun sangat beragam.
Masih banyak kompetensi yang ada pada diri anak dan tidak masuk dalam penilaian ujian nasional. Skill menari, bermain musik, melukis, serta skill seni yang lain merupakan sedikit skill yang tidak masuk dalam Ujian Nasional (UN). Belum lagi softskill bekerja keras, jujur, sabar, kreatif, disiplin, yang justru menjadi kunci kesuksesan karier seseorang juga tidak masuk dalam skor UN. Oleh karenanya, jika nilai anak kurang pada beberapa mata pelajaran dalam ujian nasional atau ujian-ujian lain di sekolah, sangat mungkin anak memiliki potensi lain diluar mata pelajaran yang ada dalam ujian. Potensi-potensi lain itulah yang layak di gali dan disupport untuk terus dikembangkan oleh anak dalam menghadapi masa depan.
Sudah saatnya masyarakat, khususnya orang tua, menambah referensi makna cerdas tidak sebatas lingkup pelajaran disekolah. Hasil penelitian sudah banyak mendapati bahwa kecerdasan otak (kognitif) saja tidak banyak membantu kesuksesan masa depan anak. Justeru pendidikan karakter dan softskill siswa, yang diantaranya berupa kerja keras, ulet, disiplin, kerja sama, jujur, lah yang mampu menjadi penentu kesuksesan masa depan anak. Seluruh potensi dalam bentuk karakter dan softskill tersebutlah yang dapat menjunjung dan menjaga karakter luhur bangsa ini.
Selain misdset keberagaman potensi yang ada pada anak, hal lain yang perlu disupport adalah pentingnya proses bukan hasil. Orientasi sempit pada tingginya skor yang diperoleh anak dalam ujian akhir di sekolah menjadikan banyak komponen masyarakat lebih menghargai hasil dari pada proses. Orientasi pada hasil ini menyebabkan nilai-nilai luhur yang ada pada masyarakat cepat tergerus. Nilai kejujuran proses dikalahkan dengan skor tinggi meskipun dengan cara yang tidak beretika. Akhirnya, jangka panjang tidak sedikit didapati seorang pegawai atau pejabat yang kaya dengan aset milyaran rupiah yang diperoleh dengan menghalalkan segala cara lebih dipuja dan dihormati dari pegawai miskin harta namun dalam kesehariannya penuh dengan kejujuran, kearifan dan tanggung jawab. Kondisi masyarakat seperti ini tidak lepas dari kontribusi pendidikan yang mengedepankan orientasi hasil daripada proses.
Pada akhirnya, ujian nasional serta ujian-ujian lain tetap menjadi penting untuk dilakukan, namun menjunjung tinggi pendidikan karakter tetap menjadi tujuan utama. Momentum pelaksanaan ujian nasional ini dapat kita jadikan refleksi bersama agar sudut pandang kita yang kurang tepat menyikapi hasil ujian nasional serta segala bentuk ujian lain dapat bersama kita perbaiki. Ujian di sekolah dapat kita posisikan sebatas mengukur dimana potensi anak kita sebenarnya tanpa harus menghukumi bahwa anak kita bodoh atau pintar. Ingat, semua anak cerdas, tentu pada bidangnya masing masing.