Tiga Prinsip bagi Guru Inspiratif
Oleh:
Dholina Inang Pambudi, M.Pd
(diterbitkan dalam Suara Merdeka edisi Sabtu, 13 April 2013)
GURU merupakan profesi mulia. Bahkan guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Profesi guru adalah sebuah amanah besar, yang harus dijalani dengan melibatkan segenap kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual. Apabila seorang guru hanya mengandalkan kemampuan intelektual saja, maka ia hanya akan menjadi guru yang teoritis. Apabila hanya melibatkan sisi emosional saja, maka akan melahirkan guru yang temperamental. Ada beberapa kasus guru memukul siswa karena tidak bisa menjawab pertanyaannya.
Seharusnya menjadi guru merupakan panggilan hati. Ada sinergi antara sisi intelektual (ilmu yang dikuasai), emosional (peka dan mampu memahami peserta didik), dan spiritual (profesi guru adalah sebuah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Yang Maha Kuasa).
Guru sebagai tenaga pendidik profesional tidak cukup hanya menguasai ilmu yang akan diajarkannya, melainkan juga dituntut memahami kondisi peserta didik yang dihadapinya.
Dengan demikian, sangat diperlukan guru yang inspiratif, yang mampu mendidik, memberi teladan yang baik, bisa memahami kondisi kejiwaan peserta didik, serta mampu memotivasi dan memberi semangat siswanya.
Guru yang inspiratif harus mampu memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang memiliki latar belakang yang beragam, baik fisik, intelektual, sosial, maupun emosional). Setiap individu adalah unik. Ketika kita memperhatikan peserta didik di kelas dengan latar belakang usia hampir sama, akan memperlihatkan penampilan, kemampuan, temperamen, minat yang beragam terhadap suatu pelajaran.
Belum tentu anak yang duduk manis dan diam itu memperhatikan dan mampu menyerap materi pelajaran dengan baik. Belum tentu juga anak yang ramai, tidak bisa diam di kelas identik dengan anak yang nakal dan bodoh.
Agar bisa menjadi guru yang inspiratif, seharusnya kita mampu memahami kondisi siswa yang beragam, dan berprinsip bahwa ”tidak ada anak yang bodoh”.
Belum tentu anak yang dicap bodoh oleh gurunya itu tidak punya kelebihan. Bisa jadi anak tersebut mempunyai kelebihan di bidang lain. Mungkin bisa menonjol di musik, interpersonal, intrapersonal, kinestetik, matematika, atau lainnya.
Kompetensi
Untuk itu, guru sebagai ujung tombak sekaligus garda terdepan keberhasilan pendidikan harus memiliki beberapa kompetensi, baik profesional, pedagogis, personal, maupun sosial. Selain itu, kompetensi guru bukan hanya menguasai apa yang harus diajarkan, tapi bagaimana menyampaikannya kepada siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik, menyenangkan. Siswa menjadi semakin termotivasi ketika sedang belajar dengan sosok guru yang mampu memberi inspirasi tersebut.
Agar bisa menjadi sosok guru yang inspiratif, guru harus mampu memegang prinsip care, share, trust. Care, artinya mampu memberi perhatian pada siswa dari latar belakang (fisik, intelektual, sosio-emosional) yang berbeda. Guru harus bisa merangkul, memberi semangat, dan memotivasi siswa di kelas. Share, artinya guru harus mampu membagi ilmu yang dimiliki dengan menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menantang bagi siswa. Guru harus mampu merancang strategi pembelajaran, metode, dan media yang menarik bagi siswa. Trust, artinya guru harus bisa menjadi sosok yang dapat dipercaya, dan bisa memberi teladan, serta menanamkan karakter yang baik bagi siswa di sekolah.
Dengan mengenal lebih dekat pada peserta didik, guru akan dapat menemukan strategi yang tepat dalam memberikan bimbingan dan membangkitkan motivasi belajar siswa.
Apabila semua guru mampu memiliki mindset demikian, mampu memegang prinsip care, share, trust dan mempunyai kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual, maka peserta didik akan merasa nyaman berada di kelas, tidak ada anak yang membolos. Bahkan kehadiran guru inspiratif tersebut akan selalu dinanti di kelas.