Mahasiswa PGSD Ciptakan Alat Peraga Inovatif Edukasi Bencana
Yogyakarta (03/06/2025) PGSD FKIP UAD menyelenggarakan kegiatan Praktik Alat Praga Edukatif Konsep Kebencanaan Materi Pembelajaran IPS SD. Kegiatan yang berfokus pada pengenalan konsep kebencanaan dalam materi pembelajaran IPS. Untuk tingkat Sekolah Dasar ini bertujuan membekali para calon guru dengan keterampilan inovatif dalam menyampaikan materi yang krusial.
Acara ini di latarbelakangi oleh kesadaran akan posisi geografis Yogyakarta dan Indonesia secara umum yang rawan terhadap berbagai jenis bencana alam. Seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, dan banjir. Oleh karena itu, penanaman pemahaman dan kesiapsiagaan sejak usia dini di anggap sebagai langkah strategis untuk membangun masyarakat yang tangguh bencana.
Dosen pembelajaran IPS Kirana Prama Dewi, S.Sos., M.Pd., dalam keterangannya menyatakan bahwa kompetensi seorang guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi. Tetapi juga dari kemampuannya dalam mentransformasikan materi tersebut menjadi media pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa.
“Edukasi kebencanaan adalah materi yang sangat penting namun bisa jadi menakutkan bagi anak-anak jika tidak di sampaikan dengan cara yang tepat. Melalui praktik ini, kami mendorong mahasiswa untuk berpikir kreatif. Menciptakan alat peraga interaktif yang mampu menyederhanakan konsep-konsep sulit terkait mitigasi bencana,” jelas Kirana.
Dalam sesi praktik tersebut, mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok menampilkan hasil karya mereka. Berbagai alat peraga inovatif berhasil di ciptakan. Mulai dari gambar tiga dimensi yang menggambarkan proses terjadinya erupsi Gunung Merapi, maket rumah tahan gempa, hingga permainan papan (board game) edukatif tentang langkah-langkah evakuasi saat terjadi banjir. Setiap karya di nilai berdasarkan kreativitas, kesesuaian materi, nilai edukatif, serta keamanannya untuk digunakan oleh anak-anak.
Salah seorang mahasiswi peserta, Amelia Putri, mengungkapkan bahwa pengalaman ini sangat berharga. “Kami tidak hanya belajar teori tentang bencana, tetapi juga di tantang untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa anak-anak. Proses pembuatan alat peraga ini melatih kami untuk menjadi guru yang lebih solutif dan imajinatif di masa depan,” ujarnya.
(may)